Thursday, December 29, 2005

"I don't remember anymore, Tante"

Tanpa terasa satu dua tetes pilu berkaca di mataku. Dua orang murid baru menjawab pertanyaanku mengenai pencapaian bacaan Al Quran mereka. "I used to read Al Quran but now I don't remember anymore , Tante". Lalu aku test mereka untuk membaca Al Quran. Mereka gagal. Lalu ku coba mundur ke Iqra 6, namun gagal kembali. Tak ada yang mereka ingat sampai kemudian dengan berat hati mereka harus mengulang belajar dari buku 3.

Ini bukan kejadian pertama. Ada satu murid yang ketika kuminta mengulang mengaji dari buku satu memprotes, "I have already at iqra 5, tante !". Ia memang telah sampai buku itu di Indonesia namun karena selama satu setengah tahun tidak pernah mengulang pelajaran tsb, ia pun lupa. Ada juga murid yang izin sebulan untuk berlibur ke Indonesia, setelah kembali surat AL Fatihah yang dihapalnya hangus. Entah kemana. Lalu iapun harus tertatih-tatih mengingatnya kembali.

Aku sedih. Siapa yang bertanggung jawab ? Anak-anak itu tidaklah bersalah. Mereka meninggalkan tanah air bukan dengan keinginan mereka sendiri. Apa peduli mereka tentang ada atau tidaknya TPA, pelajaran agama atau apapun itu. Aku hanya menyesalkan kepedulian orang tua kepada pendidikan agama putra putri mereka. Dimana kepedulian itu ?

Melbourne tidaklah seperti kota-kota di tanah air tercinta, dimana disetiap sudut ada tempat-tempat pengajaran Alquran, dimana di tiap sekolah ada pengajaran agama islam, dimana penduduknya lebih banyak muslim, dimana ada handai tolan yang peduli pada sesama. Namun demikian, sarana-sarana keagamaan pun tersedia. Ada sekolah-sekolah islam, ada TPA-TPA community dan ada pengajian-pengajian. Jika orang tua merasa penting pendidikan agama tentulah mereka bertanya-tanya tentang informasi-informasi itu. Jika informasi itu didapat, insya allah mereka akan berbondong-bondong menghadirinya.

Tetapi inilah sebuah kenyataan yang memprihatinkan, murid TPA Brunswick (kelas Sabtu) menurun hampir tidak ada murid baru di tiap angkatannya padahal selalu ada mahasiswa baru datang ke Melbourne dengan keluarga (anak-anak) mereka. Atau , ada yang baru bergabung dengan TPA ketika sudah menjalani beberapa semester dan tinggal menyisakan satu semester sebelum kepulangan.

Akupun berandai-andai, barangkali karena orang tua sibuk dengan tugas kuliah ? ehm dengan sedih aku berujar, masih sih sibuk setiap hari lagipula mereka masih bisa kok nonton bioskop dan cari kerja part time (walaupun uang beasiswa sebenernya lumayan memadai).
Barangkali karena lokasi TPA yang jauh ? ehm.......rata-rata mahasiswa tinggal di brunswick jadi sebenernya bukan perkara sulit.

Daripada repot cari alasan yang bisa berjuta-juta sementara anak-anak itu terbengkalai, dibukalah kelas Rabu dengan lokasi tepat di depan primary school. Dengan harapan meniadakan alasan waktu dan lokasi. Toh tinggal nyebrang. Dan alhamdulillah, kelas itu lumayan ramai.

Masalah berikut yang muncul kembali lagi ke soal kepedulian orang tua. Pendidikan bukanlah tanggung jawab guru. Guru itu hanya pelengkap dari mata rantai orangtua dan anak. Terlalu mengharapkan kesuksesan anak dari pengajaran guru adalah mimpi. Tingkat kemajuan anak-anak itu berbeda-beda. Ada yang bagus , ada yang jelek. Mereka yang bagus kemajuannya adalah mereka yang orangtuanya mengajar mereka kembali sementara yang jelek hanya mengandalkan pertemuan sepekan sekali.

Akupun berandai-andai kembali dengan beraneka barangkali. Kemudian mengaca diri.........hm hm hm bagaimana dengan anakku nanti.........


untuk anak-anak masa depan: semoga Allah jadikan kalian anak-anak yang sholeh yang menjadi penyejuk mata dan penunjuk jalan terang orang tua.

2 Comments:

Blogger zuki said...

teruslah berjuang ... biarlah dJJ semata yang mengukurnya dan bukan ukuran-ukuran duniawi ... :)

12:11 AM  
Blogger Dini said...

mbak Alia... seneng deh baca posting-posting mbak... semanget banget!

ehm, dari yang deket tapi jauh :P

12:18 AM  

Post a Comment

<< Home