Wednesday, November 16, 2005

Qurrata a'yun

Suatu hari sebuah pertanyaan lewat email ditujukan padaku. Anak itu amanah atau hadiah ? Pertanyaan tsb hampir sama dengan pertanyaan yang aku ajukan dan jadi bahan diskusi antara aku dan KD di penantian kami akan hadirnya buah hati. Dan rasa2nya pertanyaan temanku tadi berasal dari kondisi yang sama. Aku dan KD di penghujung ulang tahun pernikahan ke 5 sementara ia (kalau ga salah) di tahun ke -4 .

Beberapa bulan terakhir kami membuka wacana untuk menjalani bayi tabung di Australia. Ada beberapa alasan kenapa wacana itu teraangkat. Pertama , tingkat keberhasilan IVF (In Vitro Fertilization) di negara ini lumayan tinggi. Kedua, dokter di Jakarta tempat kami berkonsultasi selama 3,5 tahun terakhir ketika aku minta surat referensi ke dokter Australia memberikan sinyal kemungkinan bayi tabung adalah alternatif yang akan disarankan dokter di OZ. Ketiga, ada kisah sukses pelajar Phd dari Indonesia berhasil mendapatkan putra pertama setelah 7 tahun menikah dengan IVF. Dan terakhir, ada kenalan Permanen Residence di sini yang bekerja di lembaga IVF yang pastilah punya keterangan lengkap mengenai proses ini.

Kemudian kami dihadapi dengan tingginya biaya pelaksanaan program ini yang kalau pakai cara syubhat (maksudnya pake ngakali asuransi) masih terlalu tinggi buat kami. Kok rasa-rasanya terlalu ngoyo buat kami. Kami sadar bahwa setiap manusia mesti berikhtiar. Tapi setelah dipikir, aku merasa berat sekali sementara uang sebesar itu bisa digunakan untuksesuatu yang lebih bermanfaat. Saat itu pertanyaanku muncul ? Adakah anak adalah sebuah keharusan ? Kalau sakit, saya harus sembuh sehingga harus berusaha maksimal untuk berikhtiar mengobati sakit. Tapi kalau anak ? Rasa-rasanya kami tidak mati kok kalau tidak punya anak ?

Pertanyaan itu sampailah juga diutarakan ke Pak Quraish Shihab ketika beliau berkunjung ke Masjid Westall di Westall. Inti jawaban menurut beliau, sangat tergantung pada keluarga masing2. Anak adalah fitrah manusia. Kalau bisa meredam keinginan tersebut dan bisa beralih ke hal lain yang bermanfaat, sungguh baik. Namun kalau tidak mampu meredam dan bisa membuat hubungan tidak harmonis, bayi tabung adalah ikhtiar terbaik.

Saat itu aku masih belum merasa pas ikut IVF sementara KD bersemangat namun menanti persetujuanku saja. Wacana ini masih mengambang. Apalagi kemudian aku kena Shingles sehingga IVF pun tidak sempat dikutak kutik lagi..........

Bicara soal anak, pasutri secara umum menantikan hadirnya buah hati. Apalagi dengan dukungan lingkungan masyarakat. (Di ausie, banyak pasangan yang memutuskan berketurunan setelah mapan, jadi sekitar usia 40 baru repot bersiap2 punya anak. Tidak heran IVF jadi laris manis karena di usia itu kemungkinan proses secara natural menurun. anyway, beberapa waktu lalu ada keinginan pemerintah membatasi peserta IVF karena ada kasus bayi lahir eh...ortunya keburu meninggal dunia karena usia tua yg akhirnya menambah beban pemerintah). Nggak heran kalau setelah beberapa bulan menikah belum juga ada tanda tanda kehamilan, telinga pasutri harus siap menerima ocehan, nasihat dan sindiran keluarga dan masyarakat. "Ayo banyak makan toge", "Makanya jangan cape-cape". "emangnya ada apa sih diantara kalian". "Sengaja Kabe ya?". Sampai ada teman yang ortunya menawarkan alternatif perceraian. Astaghfirullahal adziim. Kuping ini jadi merah, rasanya mau marah, sebel dan sebel. Apalagi buat perempuan. Pengetahuan yang terbatas membuat perempuan menjadi kambing hitam utama terjadinya ketidakhamilan. Jadi, ocehan tak jelas ini lebih sering melayang ke telinga perempuan daripada laki-laki. Seorang teman sampai-sampai malas bersilaturahim ke keluarga suami karena setiap saat dia menjadi sasaran pertanyaan tsb sementara kondisinya, suaminyalah yang tak pernah mau diperiksa dokter karena takut dinyatakan mandul.

Bagaimana dengan kami ? YA, kurang lebih sama hanya saja setelah setahun lebih suara-suara sumbang sudah semakin tak berbunyi. Barangkali ada namun tak sampai di telinga. Bisik-bisik. Atau mungkin yang suka komentar kalah bawel sama aku yang suka ngeles kalau dikomentarin. Aku suka jawab, "Ya, tanyalah sama yang diatas, emang aku bisa nyiptain orang ?". Diam deh usikan itu. Sebel juga sih, namun lama2 aku mencoba berpikir positif bahwa usikan itu adalah tanda sayang dan doa supaya cepat mimpi itu terlaksana. Tapi susah euy. Lebih sering betenya.

Sampai suatu ketika ada peristiwa keajaiban di tahun 2003 sewaktu kami selesai menjalanai satu tahapan terapi. Dokter dengan terkaget2 menyatakan aku hamil. Subhanallah. Namun kemudian sebagaimana prediksi si dokter, hanya enam minggu si cikal berada di uterus, ia tak berkembang dan aku mesti dikuret. Sedih. Tapi ya sudahlah. Aku menerima dengan lapang. Ujian nya ternyata bukan disaat aku menjalani kuret. Ujiannya justru setelah mengabari orang terdekat. Dan suara sumbangpun terdengar menyalahkanku dengan perginya si cikal. Marah, siapa sih yang ingin kehilangan sesuatu yang diimpikan ?

Ketika dalam duka itu seorang sahabat menasehatiku tentang sebuah keikhlasan. Ikhlas itu melakukan dan tidak melakukan sesuatu karena Allah. Jika itu musibah maka ikhlash itu di awal, di tengah dan di akhir musibah. Kalau aku hanya ikhlas saat cikal di ambil namun masih marah ketika orang mengusik peristiwa itu maka, dimanakah ikhlash? Itulah satu paket ujian keikhlasan. Biarkanlah apa yang orang bilang.

(untuk sahabat-sahabat yang tengah menanti buah hati, semoga Allah mudahkan langkah kalian, menambahkan keikhlasan dalam dada-dada yang penuh doa dan harap, Aisyah pun tak berketurunan dari Muhammad, Ibrahim pun menanti bermasa-masa untuk seorang Ismail)

2 Comments:

Blogger Ellen Widyasari said...

eh..bouncing geuningan imel resepna..
ku copy paste disini ajah ya..

Bahan : kulit pangsit siap pakai (wonton skin)

Bahan isi:
-ayam giling
-udang giling
-bw putih,diiris lalu digoreng kering
-garam secukupnya
-merica bubuk
-daun bawang,iris halus

cara:
-remas-remas ayam giling,udang giling dan bawang putih sampai hancur
-masukkan daun bawang,aduk rata
-panaskan minyak goreng lalu tumis bahan isi sambil diaduk hingga
kering dan bumbu meresap
-ambil selembar kulit pangsit,sndokkan bahan isi,oles bagian tepi
kulit pangsit dengan air.bentuk segitiga sambil ditekan agar
merekat.temukan kedua ujungnya,rekatkan kembali dgn air
-goreng hingga kering dan matang

Kuah bakso
- didihkan air,setelah mendidih masukkan daging tetelan/iga
- tumis bawang putih yg sudah dihaluskan dan irisan seledri sampai
harum
- masukkan ke dalam rebusan air daging,beri garam dan gula pasir
secukupnya
- masukkan tahu putih

sajikan pangsit goreng,kuah bakso,tahu,bawang goreng,suun
rebus,sambal botolan dan kecap...
sambil diresapi...makannya seakan-akan di halaman rumah,nyetop
abang-abang yang lewat...hihihi

selamat mencoba..

12:47 AM  
Anonymous Anonymous said...

Hampir mirip, kami baru mendapatkan momongan setelah menanti selama 7 tahun 7 bulan lho mba, hampir juga kami coba IVF tapi ga jadi, habis mahal sih, akhirnya di tahun terakhir, kami coba minta didoakan pada setiap kerabat, teman yang pergi haji untuk mendoakan kami di mekkah, Ternyata dengan ketulusan mereka, Alhamdulillah saya hamil, di saat dokter kami menyatakan pada bulan tsb sel telur saya tidak matang, karena kami memang cek setiap bulan di masa subur saya. Subhanallah, kepasrahan kita sedang di uji dengan tertundanya kehadiran anak kita lho mba. Selama 7 tahun lebih saya tetap berikhtiar dengan berbagai cara seperti akupuntur, jamu, pijat, herbal dan medis. mungkin itu share dari saya...

3:14 AM  

Post a Comment

<< Home