mbah Karsem
Dia adalah seorang mbah dari Kawunganten, sebuah desa kecil di Karesidenan kecil di Pulau Jawa, cilacap. Dia bukan nenekku pun bukanlah seseorang yang dekat ikatan darah denganku entah neneknya seppupu, atau adek nya nenek atau apapun itu. Lalu kenapa aku mengenangnya ?
Waktu SD sampai jadi ABG, aku malu bila dikatakan sebagai cucu mbah Karsem. Dibayanganku beliau hanyalah seorang mbah keriput dengan kain batik yang tak lepas dikenakan, ya iya hanyalah seorang pembantu rumah tangga kami sewaktu kami tinggal di Cilacap hampir enam tahun lamanya. Bagiku sebutan sebagai cucu mbah Karsem, adalah sebab penghinaan status,masak sih seorang aku ber-embah seperti beliau.
Namun lambat laun rasa malu itu menjadi rasa iba dan hormat. Bahkan menjadi kenangan indah bahwa beliau pernah menjadi bagian terindah dalam hidupku.
Adikku lahir ketika aku masih berusia 13 bulan. Alhasil, ibu sibuk mengurus adek, dan akupun menjadi dekat dengan mbah Karsem. Beliau merawatku sebagaimana cucunya sendiri. Karena memang ia setahuku tak punya famili. Kata ibu dan bapak, aku menjadi tak terpisahkan dengan beliau. Aku akan menangis bila jauh dari beliau.
Beliau adalah seorang pembantu yang loyal dengan majikan. Suatu ketika, ketika ekonomi rumah tangga tengah berguncang, ibu tentu saja menghadapi kesulitan dengan unag belanja dan keperluan sehari-hari. Tahukah apa yang beliau lakukan ? Beliau menawarkan perhiasan yang dimilikinya untuk digadaikan bagi keperluan keluarga kami.m Aku tak tahu apakah kemudian ibu menerima tawaran tersebut.
Kembali pada cerita kedekatanku dengan beliau. Semakin lama hubungan kami semakin dekat, Ada perasaan memiliki yang amat sangat dari beliau terhadap diriku yang akhirnya membuat ibu dan bapak khawatir. Kami pun dipisahkan entah dengan pemberhentian dia sebagai asisten dengan alasan tua atau kebetulan kami sekeluarga harus pindah ke jakarta. Yang pasti , ia tak lagi menjadi pengasuhku. Yang kuingat hanyalah sejak di Jakarta aku sempat tidur di kamar bapak dan ibu sementara saudara2ku lainnya berkumpul di kamar tersendiri. Kadangkala kalau kami berlibur ke cilacap saat lebaran ke solo, maka aku akan disembunyikan di kamar saat mbah Karsem berlebaran dengan bapak ibu. Intinya dihindarkan sebisa mungkin aku terlihat oleh beliau karena dikhawatirkan aku akan dimintanya untukdibawa pergi.
Hari-hari berlalu dan kehidupanku melaju. Umurku bertambah. Aku tidak pernah mendengar cerita tentang beliau lagi kecuali ejekan mbak-mbak dan adik2ku dengan pelabelanku sebagai cucunya mbah Karsem. Hingga suatu hari......
Ya, suatu ketika bapak, ibu dan beberapa adek mengikuti acara napak tilas temen-temen kantor Bapak di Cilacap. Bapak sempat berkunjung ke tetangga-tetangga kami sewaktu di cilacap untuk bertukar kabar termasuk kabar tentang mbah Karsem. Berita nya adalah beliau telah tiada. Di hari-hari terakhir hidupnya beliau selalu membawa kain kafan kemana saja beliau berpergian. Menurut beliau, sebagai penjagaan diri, bilamana ia dipanggil sang Gusti sehingga tak ada yang merasa keberatan mengurus jenazahnya karena ia tak punya sanak keluarga. Dan yah.....di saat kematian, kain kafan itu masih bersama beliau.
(sebuah cinta untuk mbah, semoga Allah memberikan cinta kepadanya, episode cinta untuk pembantu yang terkadang dilupakan mantan majikan , jazakillah khairan katsiir)
1 Comments:
I have been looking for sites like this for a long time. Thank you! » » »
Post a Comment
<< Home