Friday, November 18, 2005

Souvenir from Tax Office

Pagi-pagi dapat paket istimewa lewat post. Souvenir cantik dari Tax Office sebagai tanda terima kasih atas partisipasi ku sebagai Tax Volunteer. Termasuk selembar sertifikat. Seneng euy. Seharusnya paket ini diberikan secara langsung sewaktu ada acara Tax Volunteer Closing Ceremony di Monee Ponds Bowling Club awal bulan November. Hanya karena badan lelah dan nggak tahu tempatnya, maka aku putuskan untuk tidak hadir.

Selesai sudah tugas tax volunteerku tahun ini, tahun depan mau ikut lagi ? kayaknya sih iya. (Kepikiran juga nih buka warung pengisian SPT secara gelap, tarif lebih murah deh dibandingkan yang legal......hihihihihi mulai kumat matrenya)

Socceroos , Bring on the world

Mission accomplished! Magnificently. and in the most dramatic, albeit most cruel way imaginable.

Ini adalah paragraf pembuka surat kabar The Age tanggal 17 November menyambut kemenangan tim Soccer Australia yang biasa disebut Socceroos atas Uruguay lewat adu penalti. Alhasil, mimpi mereka selama 32 tahun untuk bisa masuk putaran final piala dunia 2006 jadi kenyataan. Hebohlah masyarakat Australia yang emang gila olah raga. Koran-koran, televisi dipenuhi liputan pertandingan tersebut dan tentu saja pesta kemenangannya. Aku sih tidak terlalu berminat dengan pertandingan itu sendiri lha wong tidak terlalu suka sepakbola kecuali untuk menemani KD yang mendadak jadi bobotoh socceroos (sampai bela-belain istirahat belajar padahal mau ujian, dan pake deg degan jantungnya hihihihi). aku sih cuma asyik menikmati tingkah polah orang OZ walau cuma a glimpse saja.

Waktu pertandingan kemarin menjelang penalti, reporter SBS berkata "inilah saatnya berdoa untuk orang yang punya religion". Orang ostrali kan dikenal tidak agamis buktinya kalau natal mereka lebih sibuk pesta dan belanja boxing day daripada ke gereja. Nah tumben-tumbenan tuh inget Tuhan bisa bikin sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Setelah menang ? ya sudah lupa lagi lah sama Si pemberi kemenangan.

Orang oz itu biasa pakai bahasa yang bombastis. Lihat tulisan di the age tadi. Bahasanya suka pakai superlative. Padahal kita kalau lihat mah.....biasa we....... Kebetulan kemarin Uruguay suka main tackle yang penuh melodrama, pembaca beritanya bilang " selayaknya mereka mendapat oscar." Segitunya......(Makanya kalau di puji sama orang oz pake it's beutiful, it's fantastic....jangan ge er ya....itulah kebiasaan mereka)

Soccer sebeulnya bukan olahraga fave di sini. Mereka lebih gila pada Footy (Sepakbola australia) yang bolanya gepeng. Suka dibilang kalau Footy itu agama orang australia. Semua demi Footy. Yang bikin macet jalanan, yang bikin tram ga jalan ya footy ini. Sampai-sampai kalau final Footy league pasar bisa sepi dan almost stall di victoria market tutup kok. Dan pernah dosen si KD menyelesaikan kuliah jam 9, lima belas menit lebih cepat untuk bisa menonton Footy di layar kaca. (Ini mah kayak orang Indo aja yah)

Olah raga lain yang bikin gila adalah Balapan Kuda. Saking sudah jadi kultur acara balap kuda ini bisa jadi public holiday lho. (Sorry harusnya cerita ini ditulis beberapa pekan lalu sewaktu Makybe Diva jadi juara three times in a row, ntar lah kalau sempet)

Anyway, selamat buat KD, dengan kemenangan socceroos maka kesempatan untuk menikmati pertandingan piala dunia secara langsung di layar kaca bisa terpenuhi. Maklum Australia tak sepemurah televisi Indonesia yang selalu menyiarkan pertandingan kelas dunia langsung tanpa bayar di layar kaca.

Wednesday, November 16, 2005

Qurrata a'yun

Suatu hari sebuah pertanyaan lewat email ditujukan padaku. Anak itu amanah atau hadiah ? Pertanyaan tsb hampir sama dengan pertanyaan yang aku ajukan dan jadi bahan diskusi antara aku dan KD di penantian kami akan hadirnya buah hati. Dan rasa2nya pertanyaan temanku tadi berasal dari kondisi yang sama. Aku dan KD di penghujung ulang tahun pernikahan ke 5 sementara ia (kalau ga salah) di tahun ke -4 .

Beberapa bulan terakhir kami membuka wacana untuk menjalani bayi tabung di Australia. Ada beberapa alasan kenapa wacana itu teraangkat. Pertama , tingkat keberhasilan IVF (In Vitro Fertilization) di negara ini lumayan tinggi. Kedua, dokter di Jakarta tempat kami berkonsultasi selama 3,5 tahun terakhir ketika aku minta surat referensi ke dokter Australia memberikan sinyal kemungkinan bayi tabung adalah alternatif yang akan disarankan dokter di OZ. Ketiga, ada kisah sukses pelajar Phd dari Indonesia berhasil mendapatkan putra pertama setelah 7 tahun menikah dengan IVF. Dan terakhir, ada kenalan Permanen Residence di sini yang bekerja di lembaga IVF yang pastilah punya keterangan lengkap mengenai proses ini.

Kemudian kami dihadapi dengan tingginya biaya pelaksanaan program ini yang kalau pakai cara syubhat (maksudnya pake ngakali asuransi) masih terlalu tinggi buat kami. Kok rasa-rasanya terlalu ngoyo buat kami. Kami sadar bahwa setiap manusia mesti berikhtiar. Tapi setelah dipikir, aku merasa berat sekali sementara uang sebesar itu bisa digunakan untuksesuatu yang lebih bermanfaat. Saat itu pertanyaanku muncul ? Adakah anak adalah sebuah keharusan ? Kalau sakit, saya harus sembuh sehingga harus berusaha maksimal untuk berikhtiar mengobati sakit. Tapi kalau anak ? Rasa-rasanya kami tidak mati kok kalau tidak punya anak ?

Pertanyaan itu sampailah juga diutarakan ke Pak Quraish Shihab ketika beliau berkunjung ke Masjid Westall di Westall. Inti jawaban menurut beliau, sangat tergantung pada keluarga masing2. Anak adalah fitrah manusia. Kalau bisa meredam keinginan tersebut dan bisa beralih ke hal lain yang bermanfaat, sungguh baik. Namun kalau tidak mampu meredam dan bisa membuat hubungan tidak harmonis, bayi tabung adalah ikhtiar terbaik.

Saat itu aku masih belum merasa pas ikut IVF sementara KD bersemangat namun menanti persetujuanku saja. Wacana ini masih mengambang. Apalagi kemudian aku kena Shingles sehingga IVF pun tidak sempat dikutak kutik lagi..........

Bicara soal anak, pasutri secara umum menantikan hadirnya buah hati. Apalagi dengan dukungan lingkungan masyarakat. (Di ausie, banyak pasangan yang memutuskan berketurunan setelah mapan, jadi sekitar usia 40 baru repot bersiap2 punya anak. Tidak heran IVF jadi laris manis karena di usia itu kemungkinan proses secara natural menurun. anyway, beberapa waktu lalu ada keinginan pemerintah membatasi peserta IVF karena ada kasus bayi lahir eh...ortunya keburu meninggal dunia karena usia tua yg akhirnya menambah beban pemerintah). Nggak heran kalau setelah beberapa bulan menikah belum juga ada tanda tanda kehamilan, telinga pasutri harus siap menerima ocehan, nasihat dan sindiran keluarga dan masyarakat. "Ayo banyak makan toge", "Makanya jangan cape-cape". "emangnya ada apa sih diantara kalian". "Sengaja Kabe ya?". Sampai ada teman yang ortunya menawarkan alternatif perceraian. Astaghfirullahal adziim. Kuping ini jadi merah, rasanya mau marah, sebel dan sebel. Apalagi buat perempuan. Pengetahuan yang terbatas membuat perempuan menjadi kambing hitam utama terjadinya ketidakhamilan. Jadi, ocehan tak jelas ini lebih sering melayang ke telinga perempuan daripada laki-laki. Seorang teman sampai-sampai malas bersilaturahim ke keluarga suami karena setiap saat dia menjadi sasaran pertanyaan tsb sementara kondisinya, suaminyalah yang tak pernah mau diperiksa dokter karena takut dinyatakan mandul.

Bagaimana dengan kami ? YA, kurang lebih sama hanya saja setelah setahun lebih suara-suara sumbang sudah semakin tak berbunyi. Barangkali ada namun tak sampai di telinga. Bisik-bisik. Atau mungkin yang suka komentar kalah bawel sama aku yang suka ngeles kalau dikomentarin. Aku suka jawab, "Ya, tanyalah sama yang diatas, emang aku bisa nyiptain orang ?". Diam deh usikan itu. Sebel juga sih, namun lama2 aku mencoba berpikir positif bahwa usikan itu adalah tanda sayang dan doa supaya cepat mimpi itu terlaksana. Tapi susah euy. Lebih sering betenya.

Sampai suatu ketika ada peristiwa keajaiban di tahun 2003 sewaktu kami selesai menjalanai satu tahapan terapi. Dokter dengan terkaget2 menyatakan aku hamil. Subhanallah. Namun kemudian sebagaimana prediksi si dokter, hanya enam minggu si cikal berada di uterus, ia tak berkembang dan aku mesti dikuret. Sedih. Tapi ya sudahlah. Aku menerima dengan lapang. Ujian nya ternyata bukan disaat aku menjalani kuret. Ujiannya justru setelah mengabari orang terdekat. Dan suara sumbangpun terdengar menyalahkanku dengan perginya si cikal. Marah, siapa sih yang ingin kehilangan sesuatu yang diimpikan ?

Ketika dalam duka itu seorang sahabat menasehatiku tentang sebuah keikhlasan. Ikhlas itu melakukan dan tidak melakukan sesuatu karena Allah. Jika itu musibah maka ikhlash itu di awal, di tengah dan di akhir musibah. Kalau aku hanya ikhlas saat cikal di ambil namun masih marah ketika orang mengusik peristiwa itu maka, dimanakah ikhlash? Itulah satu paket ujian keikhlasan. Biarkanlah apa yang orang bilang.

(untuk sahabat-sahabat yang tengah menanti buah hati, semoga Allah mudahkan langkah kalian, menambahkan keikhlasan dalam dada-dada yang penuh doa dan harap, Aisyah pun tak berketurunan dari Muhammad, Ibrahim pun menanti bermasa-masa untuk seorang Ismail)

Friday, November 04, 2005

Eid ul Fithr at Melbourne


Beberapa hari terakhir puasa disibukkan dengan rencana pelaksanaan sholat eid di Unimelb. Dan seperti biasa para perempuan dilibatkan di posisi penting, ketersediaan konsumsi pasca sholat. Hm hm hm. Krang-kring sana sini buat ngingetin orang2 supaya masak dan bawa makanan atau bawa buah dll. Perkiraan akan banyak peserta sholat jadi konsumsi mesti bener-bener siap.

Kali ini aku kebagian bikin opor, dan karena lagi pingin makan terong, maka kubuatlah juga balado terong pedes. Hm enak kayaknya. Alhamdulillah badan bisa diajak kolaborasi buat masak setelah hampir sebulan cuti dari masak memasak karena lagi emoh sama bau masakan. Namun demikian, KD mesti siap dibajak buat membantu istri tercinta untuk ikut ribut. Oh ya....plus mau masakin buat acara makan2 di rumah mbak Esti, Karedok yummy.

Cape juga ternyata masak memasak, Walaupun udah pake acara istirahat dan duduk sebisa mungkin. Mulai siang setelah acara belajar bahasa arab di rumah sampe malem. JAm pagi udah mesti klothakan di dapur manasin tahu isi goreng buatan Mas Warsito pake oven, biar crunchy. Puas sama hasil masakan ? Nggak lah yau.......karena si opor ku gagal. Hihihihi. Harusnya sih enak, wong bumbunya mantap, tapi setelah dicicip2 aku sama KD kok heran sendiri, Ada rasa2 yang mencurugakan yang nggak jelas dari mana asalnya. Akhirnya sadar juga kalau oporku gosong. Hiks. sedih. Ceritanya karena masak banyak pinjem panci si Imel. Dan karena nggak tahu karakter si panci , ya wis lah babar bubar. Tapi tetep aja , ayamnya bisa diselamatkan, jadilah hari ini menunya opor tanpa kuah.

Jam 7 berangkat ke Uni buat sholat, selesai sekitar jam 9 trus makan-makan di pelatarn union house. Kebayang-bayang makan rendangnya mbak Suci yang enak, tahu Mas Warsi, terong buatan sendiri dan makanan2 buatan chef2 terbaik di Brunswick.........but then........kecut nian. Makanan sudah habis tandas, tuntas-tas tas tas........Cuma makan tahu sebiji yang berhasil diselundupkan oleh Ebi dan beberapa potong semangka. Kaget banget, makanan kan dah lumayan banyak, tapi memang pengunjungnya lebih banyak nggak cuma orang indo tapi juga orang malay dan asia lainnya. Ya wis lah.......berharap makan di rumah mbak Esti aja toh ada gulai otak, dan yang lainnya...............

Excuse ?

Sedih. Bukan karena jauh dari keluarga di momen lebaran tahun ini. Tapi lebih karena kualitas diri. Seperti tahun2 sebelumnya, di hari-hari terakhir puasa selalu ada campur baur rasa hati antara sedih dan gembira. Gembira karena hari kemenangan itu tiba namun sedih karena bulan berkah telah usai sementara usia belum tentu mengizinkan berjumpa kembali. Biasanya campur baur rasa itu masih dalam batas nyaman. Namun entahlah kenapa tahun ini kegembiraan itu lebih membuncah. Bukan karena keberhasilan pemanfaatan waktu puasa tapi lebih kepada kemerdekaan bahwa kelelahan karena puasa akan selesai. Tahun ini puasa lebih berat. Nggak cuma karena daylight di australia lebih panjang daripada jakarta, tapi juga karena puasa buat kondisi fisikku saat ini adalah benar2 aktivitas yang melelahkan.

Adakah ini sebuah excuse untuk sebuah kegagalan ?

(Alhamdulillah, makasih joey yang sudah menemani hari2 berat ini)