Thursday, June 30, 2005

KD: A Journey of Love


Dingin sekali pagi ini, membuat ingatanku melayang pada suatu pagi, Sabtu 12 Maret 2005. Kala itu, ditemani oleh Mas Budhitama Subagja (thanks Mate), aku berangkat menuju Melbourne International Airport guna menyambut hadirnya sang kekasih yg telah terpisahkan selama dua purnama lamanya.
Sang kekasih itu, Alia Prabandari namanya, demi sebuah idealisme dan cita cintanya, terbang ke Australia meninggalkan keluarga yang dikenalnya sejak lahir, sahabat yang menyertainya sejak kecil, hingga karier yang dirintisnya sedari dini. Untuk apa? untuk menemani seorang lelaki kecil bernama deni yang telah nekat mempersuntingya.

ahh... pantaskah pengorbanan itu?
Keluarga yg telah memberikan kehangatan selama puluhan tahun, terpaksa ditinggalkan untuk seseorang yang baru kau kenal dalam beberapa tahun terakhir dan belum tentu bisa memberimu kehangatan seperti yg biasa kau terima.

ahh... pantaskah pengorbanan itu?
Sahabat yang setia menyertai dalam suka dan duka, terpaksa ditinggalkan untuk seseorang yang mungkin bisa membuatmu bersuka, namun juga mungkin malah membuatmu berduka......
ahh... pantaskah pengorbanan itu?
karier yang kau bina dari bawah, PNS pelaksana di Dirjen Pajak (yang kemudian engkau tinggalkan demi sebuah idealisme), Premier Oil, KAP Kanaka Puradiredja, hingga Petronas, kau lepas untuk ditukar dengan status sebagai an international student's spouse.
Rasanya pengorbanan itu terlalu besar untukku.

Pagi itu, Sabtu 12 Maret 2005, aku berangkat menembus kabut
membawa selaksa rindu menjemput cinta
Semoga Allah SWT mecintai penjalanan cinta kita
Amien

Tuesday, June 28, 2005

Anna, the smiling lady

Anna, adalah seorang teman yang dipertemukan Allah di Melbourne. Kelas Alex lah yang mempertemukan kami. Ia sangat rajin menghadiri Spouse Program, sepekan tiga kali. Kadangkala ia harus izin keluar klas terlebih dahulu karena masih ada kelas bahasa Inggris yang lain di Brunswick Neighbourhood.

Bahasa Inggrisnya boleh dibilang standar dengan grammar dan vocabulary yang terbatas. Meskipun sudah 3 tahun setengah tinggal di Melbourne. Kok bisa sih ?.
Lewat ceritanya aku sedikit tahu.

Ia lulusan pesantren di kota kelahirannya. Pesantren yang biasa saja bukan seperti pesantren Tebu Ireng atau Gontor dengan keharusan berbahasa Inggris. Alhasil dia tidak memiliki kemampuan bahasa inggris yang memadai. Tiga tahunan yang lalu karena mengikuti suami menyelesaikan Phd di Unimelb, Mbak Anna memancangkan niat untuk bisa berbahasa Inggris. "Aku harus bisa." katanya. Tekadnya demikian besar. Ia hadir di setiap kelas bahasa Inggris selama masa tinggalnya di Melbourne mengabaikan godaan bekerja berburu dollar dan menutup telinga dari tertawaan orang lain.

Pekan lalu, diacara end of term small party, kami melepasnya kembali ke Indonesia. Negeri yang menurutnya masih sangat memerlukan sumbangsih dirinya. Negeri dimana ia akan melanjutkan pendidikan bahasa Inggris secara formal. Negeri yang mencintanya. Dan ia memberikan kata penutup lewat pidato bahasa inggrisnya yang manis meskipun dengan grammar dan vocabulary yang masih terbatas.

Mbak Anna, yang senantiasa tersenyum, adalah seorang wanita yang bertekad kuat. Ia juga menyemangatiku untuk terus merealisasikan mimpiku, memberdayakan masyarakat dengan kapasitas yang aku miliki. Hm hm, aku suka malu sama mbak satu ini.

(sebuah cinta buat mbak Anna)

Monday, June 20, 2005

How to bring up my own kids?

Kisah 1
TPA pengajian PBrunswick ahad kemarin babak belur. Beberapa peserta tetap nggak datang, sementara itu anak2 kecil yang datang karena ortu mereka ikut pengajian PBrunswick tidak berminat untuk turut serta mendengar story telling dari buku AA Gym.
"I have mengaji at Friday night.", kata salah seorang anak berargumen
"I'm not join TPA." kata yang lain.
Yah, dengan hanya lima pendengar di awal story telling, TPA siang itu ditutup dengan 3 anak saja. Sedih

Mudah-mudahn saja mereka tidak berkenan karena kami tidak menarik, bukan karena mengaji bukan kebutuhan mereka.

Sesuai acara PBrunswick, ada sedikit review soal kemalasan anak2 Indo di sekitar kami untuk ikut TPA. Sebagian besar ortu hanya menekankan pada pelajaran baca quran di rumah. Bisa baca quran sudah cukup, sementara pergaulan dengan sebaya yang sama2 islam kurang dibina.

Kisah 2
Sepekan yang lalu denger cerita tentang seorang anak yang diminta sholat oleh ibunya sepulang sekolah. Anak ini, alhamdulillah berasal dari kalangan islam terpelajar yang sedang diberi nikmat kuliah di Melbourne. Sang ayah adalah salah satu pemikir di sebuah organisasi keislaman.
"I don't wannna sholat Mom."
"Why ? You have to sholat?"
"But my friends never do sholat. Why I have to ?"
"Because you believe in God."
"But ,I dont' believe in God."
Guuubrak. Si ibu panik. Dan kemudian ia panggil sang Bapak untuk menerangkan masalah Tuhan kepada sang anak.

Kisah 3
Aku punya teman dengan beberapa buah hati. Kalau bertemu mereka aku jadi kurang nyaman. Temanku ini sangat strict dalam melatih manner anak2nya. Ga boleh ini, ga boleh itu. Jangan ini jangan itu. Pernah dalam perjalanan bersama mereka naik mobil, aku terperangah. Bayangkan anak usia Prep dan Kinde (SD kelas 1 dan TK) harus diam sepanjang perjalanan.Ga boleh rame dalam mobil atau diturunkan.


Kisah 4
Semalam baca blog mbak Helvy dan Faiz. Tercerahkan. Gimana ya bisa bikin anak dengan empati dan religiusitas seperti dia ?

Kisah 5
"Li, anaknya Bu X, menikah. By Accident." Gubraaaag

..........................................
Barangkali gusti Allah memberi ku kesempatan yang lebih banyak untuk belajar. Belajar bagaimana seharusnya mendidik anak di zamannya.

Saturday, June 18, 2005

Passed away

Banyak orang baik meninggal di usia muda. Barangkali Allah begitu merindukan mereka untuk mengisi syurga. Orang-orang baik yang mengisi usianya dengan amal yang barokah. Yang waktunya tidak pernah berhenti bekerja.
(in memoriam :Rahmat Abdullah)

I'm nothing

Beberapa waktu lalu karena niat banget belajar bikin web aku klik sebuah situs gratis yang dibikin seorang manusia indonesia yang bergelar Phd. Dan kemuudian aku terperangah. Usia si Bapak ini sebaya denganku. Tapi apa yang telah dihasilkannya ? Tiba-tiba seorang alia memerah wajah karena malu.

Aku berkenalan dengan seorang muslimah muda. Ia baru lulus S1. Tutur katanya sangat halus. Kata-kata bermakna yang keluar dari bibirnya. Ia begitu bersahaja. Dan kembali aku pun malu.

Aku sungguh-sungguh bertanya pada diriku. Dimanakah aku menapakkan kakiku di bumi ini. Tidakkah bumi menertawakanku dengan kekerdilan yang yang masih membelenggu. Ketika orang-orang seusiaku menuliskan tinta emas dalam sejarah dunia, aku masih berkutat dengan apa yang kumakan hari ini, apa yang kupakai di acara itu dan dimana aku tinggal ? Ketika orang-orang muda berjibaku dengan waktu menorehkan prestasi di hadapan ilahi, aku pun masih ber haha hihi tanpa malu-malu. Tidakkah aku merugi ?

Di saat yang lain , saat disempatkan beramal sholeh sedikit tiba-tiba kearoganan menguasai,"Aku telah banyak bermanfaat." Seakan-akan waktuku telah banyak tersita untuk kerja kebaikan padahal masih lebih banyak kepalsuan dunia memenjarakanku.

Duh........
Dan alia hanya sebutir pasir di pantai, bahkan mungkin lebih kecil.

Thursday, June 16, 2005

The Apprentice


Hari ini aku untuk pertama kalinya jadi salesgirl di Victoria Market di sebuah toko yang menyediakan aneka motif kaos untuk konsumsi turis. Yah semacam kaos,fleece, jacket yang bertulisan Melbourne, Australia, Born to be Wild atau yang bergambar kangguru, emu, australia Emblem dan Koala. Rencananya pekerjaan ini bakal jadi part time work selama di Melbourne. Lumayan lah buat menambah pengalaman, uang saku dan jadi hiburan.

Kali pertama selalu sulit. Malam sebelumnya pikiranku banyak diwarnai dengan kekhawatiran bisa atau tidak menjalankan profesi kasual ini. Selain karena pekerjaan ini nggak biasa buat aku yang selama ini terbiasa nongkrong di depan komputer sambil melakukan analisa. Jadi salesgirl yang bertanggung jawab penuh dengan toko bukan hal yang mudah untuk kali pertama. Apalagi di toko dengan harga barang yang bisa ditawar. Apalagi dalam satu area ini ada 4 toko sejenis. Kebayangkan mesti bisa jual barang dengan harga kompetitif dan bisa buat pelanggan mampir ke toko dan kembali lagi dengan membawa pembeli baru. Hm......Mulanya sih nggak yakin, tapi setelah dengar dukungan penuh suami yang mengibaratkan diriku ikut the apprentice-nya Donald Trump, optimisme sesaat menggunung. Apalagi dengan harapan jadi pengalaman berharga kalau-kalau produksi Kaos Mucil milik kami berdua bisa diterus kan.

Bismillahirrahmanirrahim, dengan semangat 45 di dinginnya pagi jam setengah delapan di hari dengan weather forecast maximum 14 derajat, aku berangkat tugas. Pertama dateng, bantu2 suamiku yang belum kelar dengan tugasnya membuka toko. Kemudian dapat pengarahan sejenak dari Bos Robert soal floor price dari produk yang kami jual plus menerima tas pinggang yang isinya modal duit hari ini. And the show goes on.......

Satu persatu pembeli datang. Namanya juga pasar yang jadi pusat turisme, pembeli yang benar2 beli dan cuma tanya2 harga berasal dari berbagai bangsa. Kebanyakan pembeli hari ini adalah orang malay tetangga serumpun. Ada juga aki-nini Spanyol yang menyapaku dengan senora. What a busy day.......I can not even sit on my plastick box for more than 5 minutes. Capek ternyata jualan ya......mesti tetep manis meski pengunjung hanya bolak-balik kaos dan memberantakan susunan , dan mesti berhati-hati jangan sampai barang dicuri. Bener cape ! mending bikin laporan keuangan deh, mesti harus lembur sampai malam. :)

Jam dua akhirnya tugas kelar, dan buat seorang pemagang, lumayan juga dapat 11oo dollar. Good start. hehehe

Setelah itu, bantu-bantu KD buat nutup toko lagi. Kasihan , besok dia ujian.

Saturday, June 11, 2005

First day of a baby

Baby si Imel lahirlah sudah, dalam kesabaran penantian ayah bundanya. Alhamdulillah. Pagi hari berikutnya langsung saja kaki ini menapak ke Royal Woman Hospital lantai 3 Family Birth Center. Banyak pengalaman menarik.

Pertama soal rumah sakit. Dari kelas alex Younes dan juga cerita teman2, sedikit banyak aku ngeh soal treatment rumah sakit dan ibu hamil khususnya. Di sini, ibu hamil biasa dipegang oleh midwife (bidan), sementara spesialis kandungan cuma dijumpai 3 kali selama kehamilan. Pertemuan pertama biasanya usia tigabulan. Nah, dengan kelahiran bayi imel, tambah lagi info soal kelahiran. Di bulan terakhir kehamilan, calon ibu dan pasangan ikut kursus melahirkan 4 sesi, disitu ditunjukkan cara2 melahirkan dan perlakuan2 apa yang akan diterima. Pasutri boleh memilih cara apa yang paling nyaman buat mereka, termasuk kamar bersalin. Di sini ada dua macam kamar bersalin yaitu birth center dan ward. Birth center adalah kamar yang digunakan untuk mereka yang memilih cara2 alami dalam melahirkan. Kamar mereka adalah kamar melahirkan. Dalam 24 jam dari saat kelahiran mereka diharuskan pulang. Sementara di ward, hampir serupa dengan kondisi di Indonesia.

Kata si Imel, setelah baby keluar, mereka cuma membersihkan si bayi pakai handuk dari darah2 saja, jadi ga dimandiin, baru besoknya dimandikan . (Katanya sih karena ada lapisan yang memberikan imunitas setelah lahir di bumi jadi sayang kalu mesti diilangin). Trus si bapak potong tali pusar, dan langsung si bayi diberikan ke ibu untuk disusui pertama kalinya. Semua proses ada di kamar itu. Si bayi langsung bobo sama si ibu dengan manisnya sesudahnya.

Pengalaman menarik lainnya, soal merawat bayi hehehe. Keahlian wanita yang aku ga ngeh selama ini. Karena si ibu mesti take care soal bayi sendirian, makanya midwifenya ngasih training cara mandiin, gantiin popok plus breast feeding. Midwifenya minta dikasih tahu kalau si baby have pupu yang pertama kali sejak lahir. (ini karena stimulasi asi pertama kali yang diberikan) . Akhirnya si baby pupu juga. Nah, aku baru tahu kalau pupu bayi yang pertama selalu pekat,sticky dan yacky tapi ga smelly. Kata si suster sih itu kotoran selama 7 bulan dikandungan. Subhanallah ya........

Trus, dikasih tahu caranya breast feeding. Kata orang sih secara natural, tiap perempuan bisa melakukan hal itu. Tapi menurutku kalau tahu tekniknya kan lebih baik, biar menyusui bisa lebih optimal. Selain mesti menyusui secara bergantian kanan dan kiri, ternyata let the baby suction on the brown side of breast, jangan di nipple. Kalau di niple nanti bentuknya jadi jelek :)
Trus diajarin juga gimana nyusuin dengan posisi si baby di ketiak si ibu. Iiih kan jarang tuh emak2 yang begitu. Kemudian sedikit diterangin tentang relaksasi yang bisa dilakukan si ibu selama menyusui dan juga ttg baby blues.

Ehm, pokoknya aku seneng bisa nemenin ibu baru. Selain bisa silaturahim aku juga bisa tambah ilmu soal bayi (although I have no baby yet) dan tentu saja belajar listening. (si midwife kan orang ausie yang ngomongnya cepet). Pengalaman ini bikin aku ga merasa rugi ninggalin kelasnya si Alex. Hehehe

Thursday, June 09, 2005

Winter Game

Persiapan menghadapi winter sudah dimulai jauh-jauh hari waktu masih di Indonesia. Bolak-balik keluar masuk factory outlet di Bandung cuma buat persiapan musim yang pertama kali dirasakan. Sweater,jumper,winter coat,kaos turtle neck sudah dibeli. Tapi kayaknya masih kurang tuh. Waktu autumn kemarin aku udah kedinginan gimana kalau winter ya ? Alhasil, kami berburu lagi di ausie beberapa item yang perlu seperti electric blanket (alas tidur yang pake listrik biar tidurnya nyenyak) dan beberapa sweater dan kaos turtle neck yang akan dipakai bertumpuk tumpuk.

Yang siap-siap winter bukan aku aja kok, melburnian juga sudah siap-siap. Di Federation Square sudah ada promo Snow Trip ke Mount Buller lengkap dengan miniatur lapangan saljunya. Dept Store2 mulai jualan peralatan winter seperti pakaian winter dan tentu saja berbagai jenis heater (column heater, radiant heater dll). P Brunswick (kumpulan warga muslim di Brunswick dan sekitarnya) juga punya beberapa acara khusus winter. Insya allah bakal diadakan snow trip. Asyiiik

Dan akhirnya winter is coming. Di akhir autumn kemarin sih sempet ada angin yang gede yang bikin badan menggigil dan perlu pake baju sampai 4 lapis. Trus di awal-awal juni aku ga berkutik dirumah karena lebih nyaman berada di bawah selimut.Tapi beberapa hari ini, cuacanya masih menyenangkan (kadangkala masih di 20 derajat). Orang-orang sini bilang nice winter, karena matahari masih memancarkan sinar dan langitpun cerah seperti saat summer.Melbourne memang tidak dijatuhi salju namun biasanya sih temperaturenya di kisaran 10. Seneng dong?

Melbourne's weather memang cepat berubah. Tadi pagi hujan deras dan di siangnya matahari menusuk tulang. Menurut weather forecast (yang lumayan tepat disini), besok akan hujan lagi dan matahari memanas disiangnya. Jadi walau orang bilang nice winter, aku tetap bersiap-siap menghadapi temperature dingin yang tidak bersahabat.

Aku berharap winter yang bener kok. kalau ga dingin bisa-bisa nggak kesampaian lihat salju dong !







Tuesday, June 07, 2005

Your Mommy, your mommy, your mommy and your daddy

Senin pagi kemarin, sebelum acara borong di saver sale, sony ericsson ku berbunyi, Imel minta tong buat ditemenin di rumah. Saat itu dia ada di Royal Woman Hospital karena ada kontraksi diperutnya. Cuma kata dia, si dokter kayaknya bakal minta dia pulang dulu karena saat kelahiran belum tiba. Kebetulan hari ini suaminya ujian jadi karena kuatir ada apa2 dirumah selama ujian, aku diminta nemenin. Kebayang kan melahirkan anak pertama di negeri orang tanpa ditemani sanak keluarga. Suami ujian pula ?

Siang itu aku langsung cabut ke RWH dari barklysquare. Nemenin Imel balik ke rumah. Kata si dokter, ditunggu sampai kontraksi lima menitan dengan masa kontraksi satu menit baru ke rumah sakit.

"Sakit, Mel ?"
" Nggak terlalu sih cuma kayak mau mens mbak ? kenceng dibawah perut?" jawabnya sambil meringis-ringis tapi masih bisa tertawa-tawa.
"Berapa menit ?"
"Cuma 40 detik." katanya sambil mengamati detik-detik jam tangan.

Ah...aku ga tahu gimana rasa nya yang sebenarnya. Kalau sakit mens, sih aku masih kebayang meskipun mensku ga terlalu sakit. Tapi sakit yang ini pasti lain. Walaupun dia masih bisa tertawa tapi aku yakin kalau saja bukan aku disisinya melainkan suaminya mungkin ia menangis.

"Boleh pegang perutmu?" kataku penasaran. Karena selama ini aku belum pernah pegang perut orang hamil secara sentuhan langsung
Trus aku pegang perutnya yang buncit itu. Aku kok jadi merasa beban kandungan itu sangat berat.

"Kalau pupu susah ?"
"Iyalah. Apalagi kalau malam bangun. Susah buat tidur lagi. Mau pindah posisi repot."

Ehm, aku jadi ingat almarhum ibu. Kebayang beratnya perjuangan melahirkan kami. Apalagi jaman dulu ga kayak sekarang dengan teknologi kedokteran serta fasilitas lain yang lebih baik.
Ditambah lagi dengan keadaan ekonomi yang sulit.

"Mbak, sekarang kebayang lho beratnya jadi ibu. Kurang ajar banget kalau anak sampe nyia-nyiain ibunya ."

Iya Mel. Berat jadi ibu. Berat waktu hamilnya, waktu menyusui, waktu membesarkan.

Kebayang lagi wajah ibu yang meninggalkan kami saat anak-anaknya selesai kuliah, saat belum ada balasan yang Beliau terima. Ikhlas banget dimataku. Semoga, ikhlas pula di mata -Nya. Ah, berharap moga investasi beliau menghasilkan keridhoan dari Sang Pemilik Semesta. Insya Allah. Amin

Sunday, June 05, 2005

O, my God, How I pronounce God

Malam sabtu kemarin June 4, 2005, pertama kali jalan ke Laverton , south western part dari Melbourne (katanya sih 12 km dari Brunswick) untuk menjalankan amanah mengajar TPA anak-anak Indonesia di kawasan tersebut. Bismillahirrahmanirahim, kataku setelah mempertimbangkan kemampuanku dan tantangan yang mungkin dihadapi.

Ada beberapa hal yang aku siapkan. Pertama perlengkapan mengajar seperti buku Iqra dan buku cerita islam untuk Story Telling. Dan yang kedua adalah masalah bahasa. Untuk yang pertama, aku agak terbantu karena buku Iqra milik TPA Brunswick masih mencukupi. Apalagi menurut info dari Mbak Dewi peserta di sana hanya sekitar 10 orang. Soal buku cerita, juga ada lah. Aku menyiapkan diri dengan cerita surat al Fiil. Itu lho mengenai pasukan bergajah yang dikalahkan burung Ababil. Menurutku cerita ini lumayan asyik dan seru di era perang bintang saat ini . (Maksudnya Film Star Wars III) . Namun di detik-detik terakhir aku ambil buku tentang The Life of Ibrahim.

Masalah yang membuat aku sedikit kuatir adalah masalah bahasa. Sebenernya bahasa inggrisku tidak parah karena toh orang Australia dewasa biasanya juga ngerti kok apa yang aku katakan. Tapi aku tahu diri bahwa vocabulary ku sangat terbatas. Sekitar bahasa inggris akuntansi, general english yang kayak dibuku-buku sih oke. Tapi kalau vocab untuk agama apalagi untuk anak-anak aku agak sangsi. Apalagi kalau harus bicara didepan anak-anak indonesia yang lahir dan besar di australia dan nggak bisa bahasa Indonesia. Bisa nggak ya ?

Jam tujuh malam pengajian di rumah Uni......(Sorry aku lupa habis semua ibu-ibu dipanggil Uni sih ...) mulai. Jadilah anak-anak mereka digiring ke lantai dua. Waduuuh......banyak nian . More than 10 kids. Mayoritas perempuan. Alhamdulillah mbak Dewi ikutan jadi aku dapat tenaga tambahan. Seperti sudah diduga sebelumnya aku dapat kesulitan di bahasa. Ada beberapa kata yang aku mesti ulang supaya mereka mengerti apa yang aku mau. Salah satunya adalah God. Selama ini aku pronounce dengan O yang agak A jadi O nya nggak jelas. Beberapa saat mereka mengernyitkan dahi. Namun setelah aku sadar dan mengucapkan God dengan O yang benar, mereka ngerti. Meraka pun agak geli. (Barangkali mereka heran kok ada orang yang udah gedhe masih nggak ngerti ngomong inggris....:))

Masalah preparasi alat-alat IQRA....hm kayaknya aku under estimate mereka. Mayoritas sudah bisa baca Quran lho....Karena mereka ternyata ikut sunday school di Werribee Islamic Center. I was surprised with this fact.

Next time aku mau persiapan lebih baik. Terutama soal bahasa inggris, supaya mereka ngerti apa yang aku omongin.


Collector and Casual Work

Ada dua hal yang menarik perhatianku saat awal tiba di melbourne yaitu masalah sampah dan pekerjaan kasual. Pekerjaan kasual menjadi asyik untul dilirik karena itulah cara kami memperoleh tambahan biaya hidup. Hampir semua teman terutama yang memperoleh beasiswa dari pemerintah Australia berusaha berbagai cara untuk mendapatkan tambahan pundi-pundi tabungan. Jadi tidaklah aneh jika salah satu topic obrolan kami adalah masalah pekerjaan kasual seperti tukang cuci piring di restaurant, tukang buat roti, tukang bagi-bagi leaflet dan juga tukang buka tutup toko di Victoria market. Pekerjaan –pekerjaan itu tentu saja adalah pekerjaan yang “emoh” dikerjakan di Indonesia dan dilihat sebelah mata. Namun demi bayaran perjam sekitar 10 dollar Australia (Rp. 75,000), siapa takut ? Jika sebulan maksimum jam kerja yang diperkenankan sebagai mahasiswa adalah 20 jam, hitunglah berapa tabungan yang bertambah ?

KD tidak kalah bersaing dengan teman-temannya. Di bulan kedua masa studinya seorang teman mengajaknya menjadi tukang buka tutup toko di Victoria Market. Pekerjaannya adalah membuka toko jaket kulit di pagi hari dan merapikannya kembali di sore hari. Pekerjaan yang lumayan berat karena ia harus mendorong lemari, mengangkut dan menata seluruh jaket kulit di tiang gantungan. Demikian sebaliknya di sore hari. Untuk pekerjaan tersebut dia mendapat imbalan 35 dollar. ‘Waduh, kesampean juga neh jadi kuli pasar?’, katanya pendek.

Hal lain yang asyik diamati dari Melbourne adalah masalah sampah. Setiap rumah di wajibkan memisahkan sampah dalam tiga kategori, sampah kering, sampah basah sisa dapur dan sampah yang siap daur ulang (seperti karton, kaleng, botol dan kertas). Sepekan sekali petugas kebersihan kota mengangkut sampah-sampah tersebut. Melihat sampah yang siap di daur ulang itu serta merta saya mengingat pemulung di rumah tinggal saya di depok yang suka bikin kesal karena mengobrak-abrik tempat sampah di rumah untuk mencari sekedar karton maupun botol. Kebayang dalam pikiran saya betapa bahagianya pemulung-pemulung di Jakarta kalau ke Melbourne. Bisa pesta pora nih!

Kebiasaan lain orang melborne adalah meletakkan barang yang sudah tak terpakai namun masih layak di depan rumahnya. Siapa yang berminat boleh mengambilnya. Barang-barang yang di buang pun tidak tanggung-tanggung, heater, printer, monitor, sofa bahkan kasur kadang menghiasi pekarangan rumah orang.

Jika hal itu ada di Jakarta, barangkali barang bekas Cuma di lihat sebelah mata. Gengsi, dong. Tapi di melborne seolah-olah gengsi sudah terkubur dalam-dalam.

Suatu ketika pulang dari jumatan, suami saya bercerita dengan hebohnya. “Eh , ada orang buang sofa di jalan davies dekat rumah si Rini, ambil ah.’ Katanya. Rupanya dia berminat mengganti sofa di rumah yang sudah belel. Saya sih setuju asal memang masih bagus dan layak dipakai. Dan suami saya sangat meyakinkan kualitas sofa tersebut. Akhirnya disusunlah rencana pengangkutan sofa tersebut dengan bantuan teman-teman Indonesia. Waktu nya disepakati malam hari untuk mengurangi rasa malu yang masih tersisa. Sebagai ucapan terima kasih maka suami menugaskanku untuk membuat makan malam yang spesial untuk lidah mahasiswa Indonesia di perantauan.

Saat-saat yang dinantikan pun tiba, masakan siap dan tim kerja pun sudah tiba. Dengan semangat empat lima tim sofa pun berangkat. Lima belas menit kemudian, suami dan teman-temanpun pun kembali dengan tangan hampa. “Lho kenapa? Kan tadi masih ada?” tanyaku penuh ingin tahu dan heran mengingat pada siang hari suami sudah memastikan sofa masih ada di tempat tersebut. “Sofanya sih ada tapi bantalan sofanya udah nggak ada, payah banget tuh yang ngambil , masak cuma ambil bantalnya , emang kita mau rangkanya aja?”.

Esok paginya ketika kami berjalan menuju pasar. Tiba-tiba suamiku tersenyum kecut saat melihat sebuah mobil yang terparkir dekat rumah. “Nah, itu tuh bantalan sofa, ternyata diambil buat mobil.” . Waduh, masih kepikiran juga suamiku itu dengan sofa tercinta.

Kegagalan dan kekecewan itu tidak memupuskan animo terhadap barang bekas. Sepulang dari tugas menutup toko, dia berujar” Eh, tetangga sebelah buang panci Teflon. Masih bagus sih walau ada sedikit goresan. Lebih baguslah dari yang kita punya. Ntar malem aku ambil. Kamu kan butuh” katanya berpromosi. Jam sepuluh malam saat orang-orang sudah tertidur, suamiku keluar rumah untuk mengambil panci tetangga . Dan dia berhasil kali ini, dua buah panci Teflon ukuran besar ada ditangannya. Weleh weleh……..siang hari jadi kuli pasar, malam hari jadi pemulung…….opo tumon ?. Apa kata keluarga di Jakarta ?

Mitchell Street Melbourne April 2005

saver,saver,saver sale June 6,2005

Satu hal yang mesti diperhatikan oleh penerima beasiswa ADS di australia adalah masalah penghematan. Stipend yang ditransfer Lucia Wong (ADS representatives di International Center) tiap dua pekan bagi sebagian keluarga tidaklah memadai terutama untuk mereka yang punya anak. Sementara bagi keluarga yang lain stipend itu terlalu sayang kalau hanya dibelanjakan seenaknya.

Salah satu cara yang lazim adalah belanja di toko barang bekas. Salah satu toko yang terkenal adalah Savers. Toko ini terletak di Sydney Road Brunswick. Disini banyak tersedia pakaian bekas yang dijual untuk mengumpulkan dana riset penyakit Diabetes. (kalau ga salah hehe). Jangan dibayangkan toko ini dengan Cibadak Mal (almarhum) di Bandung atau di toko loak daerah Senen dan Jatinegara di jakarta. Baju-baju disini relatif masih bagus dan layak dipakai dengan harga yang ehm ekonomis. Lagipula keadaan toko pun nyaman untuk didatangi.

Dua kali setahun menurut info dari teman2 yang sudah lama tinggal disini, saver mengadakan program 50% off. Kebayangkan betapa menggodanya toko tersebut untuk didatangi ? Menurut cerita teman, jika waktu sale tiba maka toko itu sangat padat. Tidak saja oleh orang-orang indo yan ngirit , ataupun penduduk pendatang dari manca negara tapi juga oleh bule-bule australi. Toko akan buka pagi hari dan ditengah hari pasokan pakaian akan ditambah. Seorang teman bercerita kalau tahun lalu dia dan rombongan berangkat pagi kemudianistirahat siang untuk sholat dan makan di rumah Mbak Ana yang cuma satu blok dari saver untuk kemudia melanjutkan perburuan sesudahnya. Heboh banget kan ?

Nah besok, tanggal 6 saver bakal banting harga lagi. Temen-temen sudah bersiap siap dengan rencana belanja dan tentu saja tabungan mereka. Terlalu sayang untuk dilewatkan. Aku ? Rugi lah yau kalau nggak ikutan ? Siapa takut ?



Thursday, June 02, 2005

Dinners Club

Bersama KD, aku menetap sementara di daerah Brunswick di Mitchell Street. Di jalan terseebut ada tiga keluarga Indonesia dengan jarak rumah yang tak berjauhan. Kami di nomer 108, Mbak Esti-Pak Budi di 99 dan Imel-Arif di antara kami. (Masya allah , aku ga tahu nomer rumah mereka). Mbak E inilah yang kita daulat secara tidak resmi sebagai sesepuh. Karena selain umur, tingkat pendidikan (Pak Budi sekolah untuk Phd), mereka juga lebih dahulu tinggal di Melbourne. Jadi soal pengalaman hidup di negeri orang, merekalah jagoan kami.
Ngomong-ngomong soal jagoan hidup, pengalaman mereka yang sangat berharga adalah soal pengalaman mulut dan perut. Mbak yang satu ini sangat gape urusan dapur. (katanya sih karena energinya terlalu banyak kalau cuma ngurusin rumah thok). Nggak cuma masakan Indonesia yang dicobanya tapi juga makanan yang asing plus resep modifikasinya. Nah, kita-kita yang muda2 ini sangat bersedia untuk jadi kelinci percobaan yang manis. Undangan makan ini mendadak. Tiba-tiba saja ada telpon saat Magrib, si Mbak akan berkata "Dikau mau dinner kesini nggak ?". Dateng, gratis plus enak, kenapa mesti nolak. Kadang-kadang bisa bawa pulang pula ?
Nah karena seringnya makan malam di rumah 99 itu, akhirnya suka tercetus kalau kita adalah klub dinner mitchell street . Meskipun terkadang ada juga sahabat beliau yang tinggal di daerah lain yang khusus diantarjemput untuk makan malam.
Belakangan seksi masak memasak nya bukan monopoli si Mbak. Aku juga udah bisa dapat kesempatan untuk belajar mengolah bahan makanan. Ditentukanlah satu tema makanan, lalu menu2nya dibagi-bagi. Atau aku cukup menyediakan tenaga untuk membantu mengolah makanan. Hm asyiknya.